Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 57-59)
A.
Subjek Hukum
Pada masa sekarang, semua manusia merupakan subjek hukum. Manusia merupakan subjek hukum selama ia masih hidup, yaitu sejak saat dilahirkan sampai meninggal dunia. Bahkan dalam sistem civil law dikenal ungkapan yang berbunyi, “anak yang belum dilahirkan yang masih dalam kandungan dianggap telah dilahirkan apabila kepentingannya memerlukan”. Dalam KUH Perdata Indonesia tercantum dalam Pasal 2. Maka dari sini terlihat jelas adanya persamaan nilai yang fundamental bagi semua orang sehingga tidak boleh adanya perlakuan yang berbeda atas dasar jenis kelamin, ras, kepercayaan, dan status sosial.[1]
Subjek hukum adalah
segala sesuatu yang dapat memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak dalam
hukum. Secara umum, subjek hukum ini tidak dibatasi dengan perbedaan-perbedaan
ras, suku, agama, dan strata sosial. Jika suatu produk hukum menghendaki
cakupan hukumnya berlaku bagi orang-orang yang mendiami suatu wilayah, misalnya
Indonesia, maka seluruh rakyat Indonesia, apapun rasnya, apapun sukunya, apapun
agamanya, apapun strata sosialnya, maka mereka terikat sebagai subjek hukum
yang memiliki hak dan kewajiban di mata hukum.
Hingga saat ini,
subjek hukum yang diakui dalam kajian hukum setidak-tidaknya terdapat dua
kategori, yaitu:
- Individu (Natuurlijk
Persoon)
Individu adalah setiap orang yang
mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada
prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal
dunia.
Selain itu juga ada manusia yang tidak
dapat dikatakan sebagai subjek hukum, yaitu:
a. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
b.
Orang yang berada
dalam pengampunan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk,
pemboros, dan orang gila.
c.
Seorang perempuan
dalam pernikahan (wanita kawin).[2]
Hal lain juga yang secara umum tidak
dikategorikan sebagai subjek hukum individu adalah bayi yang masih dalam
kandungan ibunya. Secara riil, manusia dikatakan sebagai subjek hukum dari
sejak ia lahir hingga meninggal dunia. Namun demikian, bayi yang belum lahir ini
bisa menjadi subjek hukum apabila ada sebuah kepentingan yang menghendaki,
misalnya ayah si bayi yang berada dalam kandungan tersebut meninggal dan
memberikan harta warisan kepadanya. Maka bayi tersebut, walaupun masih dalam
kandungan ibunya, sudah masuk dalam kategori subjek hukum.
Hal lain lagi yang perlu diperjelas
disini, bahwasanya binatang tidak masuk dalam kategori subjek hukum. Walau
binatang merupakan makhluk hidup yang bernyawa seperti manusia, tetapi binatang
tidak mempunyai hak dan kewajiban di mata hukum karena binatang tidak memiliki
akal yang bisa mencerna setiap peristiwa hukum. Seandainya binatang merupakan
subjek hukum, maka binatang-binatang yang biasa disembelih oleh manusia seperti
ayam dan sapi akan menuntut hak dan keadilan. Dari hal ini, terlihat jelas
bahwa subjek hukum individu—sejauh ini—hanyalah manusia.
Tapi meskipun binatang tidak masuk dalam
kategori subjek hukum, faktanya dilapangan, diluar teori yang ada, beberapa
binatang pernah menjadi subjek hukum tertentu. Ada beberapa binatang yang
dituntut karena membunuh manusia, ada pula binatang yang diberikan harta
warisan oleh majikannya, serta ada juga pernikahan yang terjadi antara manusia
dengan binatang. Kejadian-kejadian tersebut tentu jarang terjadi, dan tidak
bisa dijadikan alasan pembenar bahwa binatang secara umum masuk dalam kategori
subjek hukum.
Kemungkinan-kemungkinan lain yang muncul
dalam kategori subjek hukum individu adalah robot cerdas di masa yang akan
datang. Beberapa negara sudah mengembangkan robot pintar yang bisa
berkomunikasi dengan manusia. Tentu hal-hal semacam ini belum pernah dikaji
sebelumnya dalam ilmu hukum, tapi kemungkinan-kemungkinan sosial semacam itu
bukanlah sesuatu hal yang mustahil.
2. Badan Hukum (Rechts Persoon)
Badan hukum adalah suatu perkumpulan atau
lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek
hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu:
a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya;
b. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para
anggotanya.
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Badan Hukum Publik (Public Rechts Persoon), seperti negara,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten, dan desa.
b. Badan Hukum Perdata (Privat Rechts Persoon), seperti
Perseroan Terbatas (PT), yayasan, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), dan
koperasi.
Ketentuan mengenai
badan hukum biasanya dikaji lebih mendalam di Pengantar Hukum Dagang, karena
bidang ilmu yang paling serius mendalami badan hukum adalah hukum dagang. Dalam
hukum dagang dijelaskan mengenai perbedaan implikasi hukum antara badan usaha
yang bukan berbadan hukum dengan badan usaha yang berbadan hukum.
[1] Peter Mahmud Marzuki, op.cit., hlm.
206.
[2] Ketentuan ketiga tentang istri ini dalam
perkembangan selanjutnya sudah dinyatakan tidak berlaku.