Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 55-56)
A.
Hubungan Hak dan Kewajiban
Konsep hak biasa
dilawankan dengan konsep kewajiban. Suatu hak sebagai hak hukum memiliki
konsekuensi logis bahwa setiap hak selalu berkorelasi dengan kewajiban. Hal ini
berarti bahwa terdapat pihak penyandang hak atau pihak yang berhak, serta pihak
penanggungjawab atau pihak yang berwajib karena suatu hak. Ini berarti bahwa
suatu hak hukum memposisikan kewajiban hukum dari orang lain. Isi dari suatu
hak hukum pada akhirnya ditentukan oleh pemenuhan kewajiban hukum orang lain.
Hak hukum menuntut agar pihak penanggung jawab hak memenuhi kewajibannya.
Hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban disebut dengan “teori korelasi” dalam ilmu filsafat. Teori ini dianut terutama oleh pengikut aliran utilitarianisme. Menurut aliran ini, setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan begitu pula sebaliknya untuk memenuhi hak tersebut. Dalam pandangan teori ini, kita baru dapat berbicara tentang hak dalam arti yang sesungguhnya, jika ada korelasi semacam itu. Hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidaklah pantas disebut hak.[1]
Kepada teori
korelasi ini perlu diakui bahwa memang sering terdapat hubungan timbal balik
antara hak dan kewajiban, tapi tidak bisa dikatakan bahwa hubungan itu mutlak
dan tanpa pengecualian. Tidak selalu kewajiban satu orang sepadan dengan hak
orang lain. Bahkan dalam konteks legal pun tidak selalu ada hak yang sesuai
dengannya.[2]
Keberatan yang tidak
jarang dikemukakan terhadap teori tentang hak adalah bahwa teori itu mengandung
suatu individualisme yang merugikan solidaritas dalam masyarakat.
Menggarisbawahi hak berarti menempatkan individu di atas masyarakat. Tekanan
pada hak adalah kontraproduktif untuk kehidupan sosial dan dinilai sama dengan
memberi angin kepada individualisme. Padahal, manusia selalu menjadi bagian
dari komunitas masyarakat dan tidak bisa dilepaskan dari akar-akar sosialnya.
Baru dalam lingkungan masyarakat, manusia menjadi manusia dalam arti yang
sepenuhnya. Walau tentu, dalam kritik ini tampak dengan jelas pertentangan
antara sosialisme dan liberalisme.[3]
Sehingga perlu
ditekankan, bahwa hak-hak tidak mengasingkan manusia dari kehidupan sosial,
tetapi sebaliknya merupakan syarat untuk membentuk kehidupan sosial yang
sungguh manusiawi, terutama karna adanya hak mendirikan organisasi dan menjadi
anggota suatu organisasi atau suatu perkumpulan. Hak-hak manusia seharusnya
tidak melepaskan orang dari sosialitasnya, tapi sebaliknya menciptakan beraneka
macam keemungkinan bahwa seseorang menjalin hubungan dengan orang lain dan
dengan demikian justru memperkuat sosialitas.[4]
[1] “Hubungan Antara Hak dan Kewajiban”, http://prezi.com, diakses pada tanggal
10 Februari 2021, pukul 19:36.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.