Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 30-32)
A.
Unsur-Unsur Hukum
Pengertian akan kata “Hukum” akan terus berkembang seiring perkembangan zaman, serta memiliki definisi yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Adat istiadat dalam kehidupan sosial Indonesia dapat kita kategorikan sebagai sebuah hukum, tapi adat istiadat dalam perspektif masyarakat Barat belum tentu bisa dikatakan hukum. Maka dari itu, perlu kiranya kita membuat unsur-unsur penting dari pemaknaan hukum yang sekiranya dapat diterima oleh hampir seluruh negara di dunia.
Ada beberapa unsur-unsur
inti dari definisi hukum, antara lain:
1. hukum berisi peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat;
2. peraturan tersebut dikeluarkan oleh badan-badan resmi yang
berwajib;
3. peraturan yang dibuat bersifat memaksa;
4. terdapat sanksi bagi mereka yang melanggar peraturan tersebut, dan
sanksi yang diberikan bersifat tegas.
Melihat unsur-unsur
yang ada, secara objektif, adat istiadat yang berkembang di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, tidak bisa dikatakan sebagai suatu hukum yang sah, karena
peraturan dalam adat istiadat tidak dikeluarkan oleh badan-badan resmi yang
berwajib. Maka jelaslah dari sini alasan mengapa masyarakat Barat menganggap
bahwa pemaknaan adat istiadat sebagai sebuah hukum adalah sesuatu hal yang
irasional.
Namun begitu,
pemaknaan unsur-unsur hukum ini tentu tidak mutlak dan bersifat final. Bagi
penulis sendiri, hukum adat tetap menjadi bagian dari suatu lingkup ilmu hukum,
walau keberadaan hukum adat tersebut lahir bukan dari badan-badan resmi
negara.Keempat unsur diatas tersebut adalah unsur-unsur yang penulis tuangkan
di buku penulis yang terdahulu berjudul “Risalah Mahasisa Hukum”. Seiring
perkembangannya, menurut penulis, unsur tersebut tidak lagi mengakomodir
definisi hukum secara lebih luas.
Setidaknya unsur
kedua yang berbunyi yaitu peraturan
dikeluarkan oleh badan-badan resmi yang berwajib, bisa dikesampingkan dari
unsur-unsur hukum. Unsur nomor dua tersebut lebih kuat dan lebih relevan dalam
penerapan sistem civil law, dan tentu
akan tertolak dalam tradisi sistem common
law.
Indonesia
sendiri—sebagaimana nanti di bab selanjutnya akan dijelaskan—tidak murni
menganut sistem civil law, karena
banyak peraturan hukum yang mengadopsi dari tradisi common law, tradisi agama, dan adat istiadat. Dalam sudut pandang
Djoko Sukisno, dosen penulis saat menempuh program magister di Universitas
Gadjah Mada, selalu tanpa henti menyampaikan bahwa Indonesia tidaklah menganut civil law system, tapi sudah menganut
sistem hukum campuran/hibrida yang dalam politik hukum Indonesia disebut
sebagai sistem hukum Pancasila.
Oleh karenanya,
unsur-unsur hukum ini bisa diringkas hanya menjadi tiga unsur saja, yaitu:
1. hukum berisi peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat;
2. peraturan yang dibuat bersifat memaksa;
3. terdapat sanksi bagi mereka yang melanggar peraturan tersebut, dan
sanksi yang diberikan bersifat tegas.