SELAMAT DATANG DI BUNDARAN HUKUM

Hukum Sebagai Sui Generis

Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 29-30)


A.     Hukum Sebagai Sui Generis

Ilmu hukum dalam perkembangannya, selalu diperdebatkan keabsahannya sebagai sebuah ilmu, baik oleh ilmuwan bidang sosial maupun ilmuwan yang berkecimpung di bidang hukum sendiri. Sifat dari ilmu hukum yang sedemikian rupa menyebabkan ilmu hukum disebut sebagai ilmu dengan karakteristik  sui generis. Sui generis berasal dari ungkapan Latin, yang secara harfiah diartikan dari jenisnya atau genusnya sendiri. Di bidang hukum istilah sui generis digunakan untuk menyebut jenis jenis aturan hukum yang dibuat secara khusus untuk mengatur suatu hal yang bersifat spesifik atau unik. Kata sui generis ini sering digunakan dalam analisis filsafat untuk menunjukkan ide, entitas, atau suatu realitas yang tidak dapat dimasukkan dalam konsep yang lebih luas. Ilmu hukum sebagai ilmu sui generis dapat di telaah menjadi empat hal, yaitu: karakter normatif ilmu hukum; terminologi ilmu hukum; jenis ilmu hukum; dan lapisan ilmu hukum.

Para penulis dan pakar hukum terkemuka di Belanda membedakan antara hukum dogmatis dengan ilmu hukum empiris.[1] Ilmu hukum sendiri memiliki karakter yang khas, yakni bersifat normatif. Karena karakter ilmu hukum yang normatif tersebut ilmu hukum bersifat sui generis,[2] yakni tidak dapat dibandingkan (diukur, dinilai) dengan bentuk ilmu lain yang manapun.[3] Sedangkan studi hukum yang masuk dalam kategori ilmu hukum empiris menurut Van Apeldoorn adalah sosiologi hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum dan psikologi hukum.[4] Ciri khas dan karakter ilmu hukum yang bersifat normatif tersebut yang membedakan dengan ilmu-ilmu lainnya pada lapangan ilmu sosial.

Untuk itu kaitan antara normativitas dengan karakter ilmu hukum yang bersifat sui generis  adalah memandang hukum bukan hanya menempatkan hukum pada suatu gejala sosial yang hanya dipandang dari luar, melainkan masuk kedalam yang sangat fundamental dari hukum yaitu sisi intrinsik dari hukum. Sehingga konsekuensi dari sifat ilmu hukum yang bersifat demikian, maka dikatakan bahwa ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, yakni yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.[5] Sifat preskriptif itulah yang dianggap substansial dalam mempelajari ilmu hukum, dikarenakan tidak  akan dipelajari dalam ilmu sosial lainnya yang objeknya sama yakni hukum.

Dengan demikian berdasar pada uraian tersebut diatas, maka karakter ilmu hukum dogmatis adalah bersifat normatif yang terejewantahkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah yang berdaulat dalam suatu negara. Sifat dari sui generis berarti ilmu hukum merupakan ilmu dari jenis tersendiri, sehingga pengelompokannya bukan berada pada pohon atau rumpun ilmu sosial juga bukan merupakan ilmu pengetahuan alam.[6] Untuk itu kajian terhadap ilmu hukum yang memegang prinsip terhadap sifat dan karakter ilmu hukum yang bersifat sui generis ini, dengan terang benderang menolak kajian empiris dalam ilmu hukum.



[1] “Karakter Sui Generis dalam Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum”, https://www.saplaw.top, diakses pada tanggal 9 Februari 2021, pukul 12:09 WIT.

[2] Meuwissen, 2009, Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, (Penerjemah Bernard Arief Sidharta), cetakan ketiga, Bandung: Refika Aditama, hlm. 55.

[3] Ibid.

[4] L.J. Van Apeldorn, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, hlm. 412-413.

[5] Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, hlm. 23.

[6] Philipus M Hadjon dan Tatiek Djatmiati, op.cit., hlm. 1.