SELAMAT DATANG DI BUNDARAN HUKUM

Asas Hukum

Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 91-95)


A.     Asas Hukum

Asas adalah dasar pijakan bagi keberlangsungan hukum dalam sebuah sistem tertentu. Dengan adanya asas, diharapkan dapat memudahkan seorang hakim dalam memutus sebuah perkara. Banyak asas-asas yang tidak disebutkan dalam undang-undang, namun keberadaannya mutlak dibutuhkan dan disepakati oleh seluruh ahli hukum. Dengan kata lain, asas hukum adalah pikiran dasar yang terdapat dalam hukum konkret atau diluar peraturan hukum konkret.

Dalam tingkatan hukum yang dijelaskan oleh Jan Gijssels dan Mark van Hoecke sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, yang membagi hukum menjadi tiga tingkatan, yaitu dogmatika hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Apa yang dikemukakan oleh Richard A. Posner yang menyatakan bahwa dalam studi hukum sebenarnya terdapat tiga wilayah, yaitu studi hukum doktrinal, teori hukum, dan filsafat hukum.[1]

Bahwa tingkatan hukum paling dasar adalah hukum sebagai dogma yang normatif dan positivistik yang penggambarannya sangat konkret. Tingkatan kedua diatasnya adalah teori hukum, yang dalam pandangan Sudikno Mertokusumo digambarkan sebagai hukum yang semi abstrak/semi konkret. Kemudian tingkatan terakhir paling atas adalah filsafat hukum sebagai hukum yang sangat abstrak. Hal ini bisa penulis gambarkan dengan diagram segitiga terbalik berikut.

 



Gambar 8.1. Tingkatan Hukum

 

Dari penggambaran tersebut, dapat penulis tarik dalam pembahasan ini bahwasanya asas-asas hukum masuk dalam tingkatan teori hukum. Jika dogmatika hukum digambarkan sebagai hukum yang konkret dan filsafat hukum digambarkan sebagai hukum yang abstrak, maka teori hukum yang didalamnya membahas tentang asas hukum digambarkan sebagai hukum yang semi-abstrak atau semi-konkret.

Asas-asas hukum disebut sebagai hukum yang semi-abstrak atau semi-konkret, karena dalam asas-asas hukum, sebagian besarnya tidak dicantumkan dalam norma peraturan perundang-undangan, sehingga terkesan sifatnya abstrak. Namun asas-asas hukum juga melekat dan berlaku dibalik layar dari suatu peraturan perundang-undangan, sehingga bisa juga disebut hukum yang konkret.

Oleh karena itu, pembahasan mengenai asas-asas hukum akan lebih mendetail dan lebih rinci jika dikaji dalam suatu pendekatan teori hukum. Dalam kajian buku ini, penulis hanya menggambarkan secara umum, dan memberikan beberapa contoh asas-asas hukum yang dikenal di lingkungan akademisi hukum.

Sebenarnya, banyak sekali asas-asas yang digagas oleh para ahli hukum untuk menjaga kaidah-kaidah hukum positif, namun hanya beberapa asas saja yang akan penulis berikan sebagai gambaran umum, diantaranya saja adalah:

1.    Asas lex specialis derogat legi generali, artinya adalah undang-undang yang bersifat khusus dapat mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.

2.  Asas lex superiori derogat legi inferiori, yaitu undang-undang yang lebih tinggi dapat mengesampingkan undang-undang yang berada dibawahnya.

3.      Asas lex posteriori derogat legi priori, yaitu undang-undang yang baru dapat mengesampingkan undang-undang yang lama.

4.     Asas legalitas, asas ini mengandung 3 prinsip dasar, yaitu: Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang); Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana); dan Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada). Atau dalam peristilahan hukum yang lebih terkenal, asas legalitas ini sering dirujuk sebagai nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali, yang artinya tidak ada delik pidana tanpa didahului ketentuan yang mengatur dalam peraturan perundang-undangan.

5.    Asas pacta sunt servanda, yaitu perjanjian berlaku mengikat untuk ditaati bagi para pembuatnya.

6.    Asas pacta tertes ned norcent ned prosunt, yaitu perjanjian yang dibuat para pihak, tidak berlaku mengikat bagi pihak ketiga.

7.    Asas nebis in idem, yaitu seseorang tidak dapat diadili untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama.

8.  Asas in dubio proreo, yaitu apabila hakim mengalami keraguan dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa, maka hakim menjatuhkan sanksi yang paling meringankan bagi terdakwa.

9.      Asas similia similibus, artinya adalah perkara yang sama harus diputus dengan hasil yang serupa pula.

10.  Asas vox populi vox dei, artinya adalah suara rakyat adalah suara Tuhan.

11. Asas ignorantia legis excusat neminem, adalah tidak mengetahui undang-undang bukan merupakan alasan pemaaf.

12.  Asas audi et alteram partem atau audiatur et altera pars, artinya bahwa dalam suatu persidangan, hakim harus mendengarkan semua pihak yang ada.

13.  Asas fiat justitia ruat coelum atau fiat justicia pereat mundus, artinya adalah sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan.

14.  Asas geen straf zonder schuld, artinya adalah tiada hukuman tanpa kesalahan.

15.  Asas hodi mihi cras tibi, yaitu ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh perasaan, tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat.

16.  Asas melius est accieperer quam facerer injuriam, yaitu lebih baik mengalami ketidakadilan, daripada melakukan ketidakadilan.

17.  Asas presumption of innocence, adalah asas praduga tidak bersalah, yaitu bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

18.  Asas qui tacet consentire videtur, artinya adalah siapa yang berdiam diri dianggap menyetujui.

19.  Asas res nullius credit occupant, yaitu benda yang ditelantarkan pemiliknya dapat diambil untuk di miliki.

20.  Asas res judicata pro veritate habeteur, artinya adalah putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya.

21.  Asas summum ius summa injuria, artinya adalah keadilan tertinggi dapat berarti ketidakadilan tertinggi.

22.  Asas unus testis nullus testis, artinya adalah satu orang saksi dianggap bukanlah saksi.

23.  Asas ut sementem feceris ita metes, artinya adalah siapa yang menanam sesuatu dialah yang akan memetik hasilnya. Bahwa siapa yang melakukan tindakan hukum, berarti dia harus berani bertanggungjawab.

24.  Asas quiquid est in territorio etiam est de territorio, asas ini merupakan asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara tersebut.

25.  Asas lex dura sed tamen scripta, yaitu undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidak dapat diganggu gugat.

26.  Asas lex niminem cogit ad impossibilia, yaitu undang-undang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.

27.  Asas cogitationsis poenam nemo patitur, yaitu tiada seorang pun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya. Artinya pikiran jahat seseorang belum bisa dijadikan alasan untuk menghukum orang tersebut.

28.  Asas clausula rebus sic stantibus, yaitu suatu syarat dalam hukum internasional bahwa suatu perjanjian antar negara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama.

 



[1] Peter Mahmud Marzuki, op.cit.., hlm. 20.