Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 79-80)
A.
Das Sein dan Das Sollen
Istilah das Sein dan das Sollen, keduanya diambil dari bahasa Jerman. Das Sein berarti keadaan yang sebenarnya
pada waktu sekarang, sementara das Sollen
berarti apa yang dicita-citakan, apa yang diharapkan, apa yang harus ada
nantinya. Das Sollen adalah segala
sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap. Termasuk dalam
contoh das Sollen adalah segala
sesuatu yang berbentuk norma dan kaidah. Dapat diartikan bahwa das Sollen merupakan kaidah dan norma
serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.
Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das Sollen. Dapat dipahami bahwa das Sein merupakan peristiwa konkret yang terjadi. Das Sein adalah sebuah realita yang telah terjadi, sementara das Sollen adalah apa yang sebaiknya dilakukan yaitu sebuah impian dalam dunia utopia yang menjadi keinginan dan harapan. Singkatnya, arti dari keduanya adalah “yang ada dan yang seharusnya”, atau bisa juga disimpulkan: kesenjangan antara kenyataan dan harapan, antara realita dan ekspektasi.
Adapun kaidah hukum
sendiri berisi kenyataan normatif (apa yang seharusnya dilakukan) atau dalam
pembahasan ini kita sebut dengan das
Sollen, bukan berisi kenyataan alamiah atau peristiwa konkret yang dalam
pembahasan ini kita sebut dengan das Sein.
Dalam hukum, yang penting bukanlah apa yang terjadi, tetapi apa yang seharusnya
terjadi. Di dalam ketentuan pidana mengenai pencurian misalnya, tidak bisa kita
baca bahwa setiap orang yang mencuri sungguh-sungguh dihukum, tapi harus kita
baca dengan bunyi bahwa setiap orang yang mencuri harus dihukum.
Kaidah hukum pada
dasarnya bersifat pasif, oleh karenanya untuk menjadikan kaidah hukum lebih
berfungsi aktif harus diberikan suatu rangsangan. Rangsangan untuk mengaktifkan
kaidah hukum adalah peristiwa konkret atau das
Sein. Dengan terjadinya peristiwa konkret tertentu, kaidah hukum baru dapat
aktif, karena sudah dapat diterapkan pada peristiwa konkret tersebut. Selama
tidak terjadi peristiwa konkret tertentu maka kaidah hukum hanya merupakan
pedoman pasif belaka. Sehingga jelas disini, kaidah hukum memerlukan terjadinya
peristiwa hukum, atau istilah lainnya das
Sollen membutuhkan peran das Sein.[1]