Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 77-79)
A.
Kaidah Hukum
Ilmu pengetahuan
kaidah atau disebut juga sebagai ilmu-ilmu normatif adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari kaidah-kaidah, juga dikenal untuk istilah ini adalah norm-wissenschaft atau sollen-wissenschaft. Ilmu pengetahuan
diterapkan di dalam mempelajari kaidah dan norma, yang antara lain menelaah
prosees terjadinya kaidah, atau pengkaidahan.[1]
Ilmu hukum merupakan bagian dari ilmu kaidah, yakni ilmu yang menelaah hukum
sebagai kaidah, atau sistem kaidah-kaidah, dengan dogmatika hukum atau
sistematika hukum.[2]
Kaidah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang seharusnya dilakukan. Pada hakikatnya kaidah hukum merupakan perumusan pendapat atau pandangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku. Sebagai pedoman kaidah hukum bersifat umum dan pasif.[3]
Dalam pandangan
sebagian sarjanawan hukum, misalnya Sudikno Mertokusumo dalam bukunya berjudul
“Mengenal Hukum Suatu Pengantar”, terlihat jelas bahwa Sudikno Mertokusumo menganggap
bahwa “kaidah” memiliki makna yang sama dengan “norma”, bahwa “kaidah hukum”
sama maknanya dengan “norma hukum”. Dalam beberapa aspek, mungkin pandangan
tersebut masih relevan, namun di aspek lainnya yang lebih luas, penulis kurang
sepakat dengan pendapat tersebut.
Namun jika ditinjau
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka kedua kata tersebut memiliki arti yang
berlainan. Walau berlainan, kedua istilah tersebut tetap merujuk pada satu
pokok bahasan yakni aturan. Kata “norma” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai aturan atau ketentuan yang mengikat semua atau sebagian warga
masyarakat; aturan yang baku; ukuran untuk menentukan sesuatu.[4]
Sedangkan kata “kaidah” dalam kamus berarti perumusan asas-asas yang menjadi
hukum; aturan tertentu; patokan; dalil.
Dari definisi
tersebut, terlihat bahwa konsep kaidah lebih luas dari norma. Dalam pandangan
penulis, norma hanya mengatur mengenai suatu aturan yang sudah baku dan siap
atau sudah diimplementasikan dalam masyarakat. Sementara kaidah lebih luas dari
itu. Kaidah mencakup didalamnya pula norma atau aturan baku yang seringkali
konkret, juga mencakup asas-asas yang sifatnya semi-abstrak. Asas-asas tidak
pernah dikategorikan sebagai norma—walaupun beberapa asas dikukuhkan sebagai
norma, namun lebih sering dikategorikan sebagai kaidah.
Pun demikian, dalam
pandangan penulis, norma hukum berbeda dengan kaidah hukum. Norma hukum hanya
mencakup ketentuan dari 4 jenis norma sebagaimana telah disampaikan di bab-bab
sebelumnya, sementara kaidah hukum lebih luas daripada itu. Asas-asas hukum
merupakan salah satu bagian daripada kaidah hukum.
Asas-asas hukum
lebih sering disebutkan menjadi bagian dari kaidah hukum, dan tidak pernah
dikategorikan sebagai norma hukum (kecuali beberapa asas hukum yang memang
sudah ditetapkan sebagai sebuah norma). Norma hukum pun masih dalam lingkup
kaidah hukum, sehingga jelas disini bahwa ruang lingkup kaidah hukum lebih luas
daripada norma hukum. Walau demikian, penulis juga tidak menyangkal bahwa
sebagian aspek dari kaidah hukum dan norma hukum memiliki banyak persamaan
makna.
Adapun ruang lingkup
kajian dari kaidah hukum, meliputi norma-norma hukum, hubungan hukum dan
kekuasaan, hubungan hukum dan ekonomi, dasar psikologis dalam hukum, dasar
sosiologis dalam hukum, dasar antropologis dalam hukum, penjelasan mengenai raison d’etre dari hukum (alasan
timbulnya hukum), asas-asas hukum, serta etika. Dari penjabaran ini, terlihat
jelas bahwa norma adalah bagian dari ruang lingkup kaidah, yang secara otomatis
menjadikan kaidah lebih luas daripada norma.
[1] Soedjono Dirdjosisworo, 2014, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 17, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
hlm.83.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hlm. 19.
[4] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional,
2008, Jakarta: Kamus Bahasa Indonesia, hlm 1007.