SELAMAT DATANG DI BUNDARAN HUKUM

Definisi dan Jenis-Jenis Hak

Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 51-53)


A.     Definisi dan Jenis-Jenis Hak

Pendapat Meijers sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, mengemukakan bahwa dalam sejarah, tiada suatu pengertian pun yang menduduki posisi sentral dalam hukum perdata selain hak.[1] Hal tersebut sangat tepat, karena hak merupakan sesuatu yang melekat pada manusia baik pada aspek fisik maupun aspek eksistensinya. Bahkan ditambahkan oleh Peter Mahmud Marzuki, bahwa hak itu tidak hanya pada hukum perdata saja, melainkan pada semua hukum. Hukum memang dibuat karena adanya hak.[2]

Hak sendiri jika merujuk pada definisi yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diterjemahkan dengan “benar; milik, kepunyaan; kewenangan; kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu; derajat atau martabat; wewenang menurut hukum; kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya).[3] Disini terlihat jelas bahwa hak merupakan suatu wewenang atau kekuasaan berbuat sesuatu karena ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan.

Dalam hukum, seseorang yang mempunya hak atas suatu barang atau benda tertentu, maka kepadanya diizinkan untuk menikmati hasil dari barang atau benda miliknya tersebut, selama itu tidak bertentangan dengan peraturan peerundang-undangan yang berlaku. Secara umum, dapat dijelaskan bahwa hak adalah kekuasaan atau izin yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum untuk menikmati hasil dari suatu objek hukum yang menjadi milik dari subjek hukum.

Dalam peristilahan hukum, hak dipersamakan dengan wewenang. Hak dan wewenang dalam bahasa Latin biasa digunakan istilah “Ius”, dalam bahasa Belanda menggunakan istilah “Recht”, sementara dalam bahasa Perancis digunakan istilah “Droit”. Untuk membedakan antara hak dan hukum, dalam bahasa Belanda digunakan istilah “subjectief recht” untuk hak, dan “objectief recht” untuk istilah hukum dalam arti peraturan perundang-undangan.

Adapun dalam bahasa Inggris, istilah “law” merujuk pada definisi hukum atau peraturan perundang-undangan, sementara untuk hak atau wewenang digunakan istilah “right”. Hak sendiri bisa juga diartikan sebagai hukum yang dihubungkan dengan subjek hukum tertentu dan kemudian menjelma menjadi suatu kekuasaan terhadap suatu objek hukum tertentu.

Selama suatu hak tidak dilindungi oleh peraturan hukum, maka hak ini belum merupakan hak hukum.[4] Hak hukum merupakan hak seseorang dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum yang secara legal tercantum dalam hukum yang berlaku. Adapun ciri dari suatu hak hukum yaitu hak tersebut diakui oleh hukum positif serta enforcable di depan pengadilan. Hal tersebut dikukuhkan dengan suatu adagium dalam hukum yang menyatakan ubi jus ibi remedium (where there is a right there must be a remedy).[5]

Dalam perspektif yuridis formal, jaminan atas perlindungan suatu hak sebagai hak hukum harus terbaca dan tertafsirkan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara yang bersangkutan, atau setidak-tidaknya termaklumi dari praktik hukum dan ketatanegaraan sehari-hari.[6]

Dari sisi hukum, hak hukum merupakan norma hukum dalam hubungannya dengan individu tertentu yang ditentukan oleh norma itu sendiri. Hak hukum tidak ditafsirkan sebagai suatu keinginan atau kepentingan yang tidak dikualifikasi, tetapi sebagai kepentingan yang dilindungi oleh aturan hukum, atau suatu keinginan yang diakui dan dibuat efektif oleh aturan hukum.

Prinsip mengenai hak hukum yang menyatakan bahwa hak hukum merupakan kepentingan yang dilindungi atau keinginan yang diakui oleh aturan hukum pada keadaan tertentu menjadi tidak tepat. Seseorang mungkin saja memiliki hak atas perbuatan tertentu individu lain tanpa memiliki hak, sehingga hak kemudian bukan hanya ada pada kepentingan yang diasumsikan, tetapi lebih pada perlindungan hukum.

Hak secara umum dapat dibedakan kedalam dua jenis, yaitu:

1.      Hak mutlak atau hak absolut, yaitu hak yang memberikan wewenang kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, serta setiap orang juga harus menghormati hak tersebut.

Termasuk dalam kategori hak mutlak adalah hak asasi manusia, hak publik mutlak (misalnya hak negara dalam memungut pajak rakyat), juga hak keperdataan (misalnya hak perwalian atau voogdij).

2.      Hak nisbi atau hak relatif, yaitu hak yang memberikan wewenang kepada subjek hukum tertentu untuk menuntut supaya seseorang tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.

Hak nisbi ini sebagian besar terdapat dalam hukum perikatan yang menjadi bagian dari lingkup hukum perdata. Misalnya dalam hubungan hukum jual beli, terdapat hak nisbi berupa: hak penjual untuk menerima pembayaran dan kewajibannya menyerahkan barang kepada pembeli; serta hak pembeli untuk menerima barang dan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada penjual.

Hak nisbi baru akan lahir manakala dimulai dengan adanya hubungan hukum antara beberapa subjek hukum. Antara hak dan kewajibannya pun biasanya saling silang antara kedua subjek hukum, subjek hukum pertama haknya menerima uang dan kewajibannya menyerahkan barang, sementara subjek hukum kedua haknya menerima barang dan kewajibannya menyerahkan uang.



[1] Ibid, hlm. 148.

[2] Ibid.

[3] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.

[4] Hans Kelsen, 2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Cetakan ke-1, Bandung : Nusa Media dan Nuansa, hlm. 113.

[5] Sakta Mahadiwya Prasetya, 2007, Hak Anak Untuk Memperoleh Pendidikan Sebagai Hak Asasi Manusia di Indonesia, Salatiga : FH UKSW, hlm. 83.

[6] Bambang Sunggono dan Aries Harianto, 2001, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, cetakan ke-2, Bandung: Mandar Maju, hlm. 83.