SELAMAT DATANG DI BUNDARAN HUKUM

Hukum Pidana

Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 187-189)


A.     Hukum Pidana

Pembentuk undang-undang kita menggunakan istilah straafbaarfeit untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut. Dalam bahasa Belanda, straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan, sedang straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.[1] Maka dari itu, terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik.

Di dalam kajian hukum pidana, ada satu asas penting dan menjadi landasan utama hukum pidana, yaitu Asas Praduga tidak Bersalah. Asas ini tertuang dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau diihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

1.      Unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana ini dibagi kedalam dua unsur, yaitu:[2]

a.       Unsur Subjektif, meliputi:

1)      Kesengajaan atau kelalaian;

2)      Percobaan atau pooging seperti yang dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) KUHP;

3)      Berbagai maksud seperti yang terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, peemalsuan, dan lain-lain;

4)      Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam kejahatan menurut pasal 340 KUHP;

5)      Perasaan takut seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP.

b.      Unsur Objektif, meliputi:

1)      Sifat melawan hukum;

2)      Kualitas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 415 KUHP;

3)      Kausalitas, yaitu hubungan anntara suatu tindakan sebagai penyebab  dengan kenyataan sebab akibat.

2.      Syarat Melawan Hukum

Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum. Tidak semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum karena ada alasan pembenar, berdasarkan pasal 50, pasal 51 KUHP. Sifat dari melawan hukum itu sendiri meliputi:

a.       Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.

b.      Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur dalam sebuah undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat.

3.      Percoobaan (Pooging)

Pada umumnya yang dimaksud dengan percobaan adalah suatu perbuatan dimana:

a.       Ada perbuatan permulaan;

b.      Perbuatan tersebut tidak selesai atau tujuan tidak tercapai;

c.       Tidak selesainya perbuatan tersebut bukan karena kehendaknya sendiri.

Syarat‐syarat untuk dapat dipidananya percobaan adalah sebagai berikut:

a.       Adanya niat;

b.      Adanya permulaan pelaksanaan;

c.       Pelaksanaan tidak selesai bukan semata‐mata karena kehendaknya sendiri.

4.      Penyertaan (Deelneming)

Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana  terdapat dalam KUHP yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa antara yang menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai pembuat tindak pidana.

5.      Perbarengan (Concursus)

Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

6.      Penghapus, Pengurang dan Pemberat Pidana

Beberapa sebab penghapus dan pengurang pidana bagi seorang pelaku tindak pidana adalah: (1) pelaku tidak mampu bertanggung jawab; (2) pelaku belum berumur 16 tahun; (3) adanya daya paksa (overmacht). Sementara sebab pemberat pidana bagi pelaku tindak pidana adalah apabila pelaku memiliki jabatan-jabatan tertentu dan pada saat melakukan menggunakan atribut kebangsaan seperti bendera merah putih.



[1] Evi Hartanti, op.cit., hlm. 5.

[2] Ibid., hlm. 7.