Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 129-131)
A.
Jenis-Jenis Sumber Hukum
Ada dua sumber hukum
yang menjadi intisari dari suatu ketentuan hukum, yaitu:
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil lebih fokus pada isi dari suatu produk hukum. Lebih jauh lagi adalah faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi lahirnya sebuah hukum, misalnya faktor masyarkat tertentu yang mengharuskan untuk melahirkan sebuah hukum, faktor sejarah dari perkembangan hukum di negara tersebut, maupun makna filosofis dari produk hukum yang dibuat.
Berikut tiga faktor yang mempengaruhi
sumber hukum materiil, yaitu :
a. Sumber Hukum Historis, yaitu sumber hukum yang dilihat dari
perkembangan sejarah hukum yang berlaku dalam ruang lingkup masyarakat
tertentu, sehingga mempengaruhi sebuah hukum yang dibuat dikemudian hari;
b. Sumber Hukum Sosiologis, yaitu sumber hukum yang menitik-beratkan
pada faktor sosial di masyarakat yang memberikan pengaruh besar bagi lahirnya
sebuah produk hukum;
c. Sumber Hukum Filosofis, yaitu sumber hukum yang fokus pada isi
hukum yang mengandung nilai-nilai filosofis. Menurut Sudikno Mertokusumo yang
dikutip oleh Nurainun Mangunsong dalam bukunya, menjelaskan tiga pandangan
dalam arti filosofis, yaitu : pertama, pandangan teokrasi, yang
menyatakan isi hukum bersumber dari Tuhan; kedua, pandangan hukum
kodrat, menyatakan isi hukum berasal dari akal manusia; dan ketiga,
pandangan historis, menyatakan isi hukum berasal dari kesadaran manusia.
2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil adalah sumber hukum
yang dilihat dari segi bentuk dan susunan kaidah hukum yang telah ditentukan
secara jelas dan dapat dimengerti sesuai hierarkinya. Adapun macam-macam sumber
hukum formil adalah sebagai berikut:
a. Peraturan tertulis (hukum tertulis) atau peraturan
Perundang-undangan, contohnya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan
Peraturan Daerah.
b. Peraturan tidak tertulis (hukum kebiasaan) atau konvensi, yaitu
kesepakatan yang menjadikan suatu kebiasaan menjadi suatu adat istiadat yang
tumbuh dan berkembang dalam praktik hukum, dengan memiliki sifat melengkapi dan
menghidupkan kaidah-kaidah peraturan perundang-undangan yang tertulis. Misalnya
adalah pidato kenegaraan presiden yang terpilih dan pidato presiden di hari
kemerdekaan.
c. Yurisprudensi, yaitu sekumpulan putusan-putusan pengadilan mengenai
persoalan hukum yang disusun secara teratur.
d. Traktat, yaitu perjanjian yang mengatur hubungan antar negara, baik
regional maupun internasional. Traktat ini secara umum terbagi dua jenis, yaitu
perjanjian dua negara (bilateral) dan perjanjian banyak negara (multilateral).
Contoh perjanjian bilateral adalah perjanjian antara Indonesia dan Malaysia.
Sementara contoh perjanjian multilateral adalah perjanjian negara-negara ASEAN.
e. Doktrin, yaitu ajaran tentang hukum
yang ditemukan dan dikembangkan di dalam dunia ilmu pengetahuan oleh
seseorang yang sangat ahli dalam bidang hukum sebagai hasil dari penyelidikan
dan pemikiran seksama dan diakui sebagai suatu pemikiran hukum yang baik. Tolak
ukur suatu pendapat sarjanawan hukum disebut sebagai doktrin adalah bahwa
pendapat tersebut dicetuskan oleh seorang ahli di bidang hukum dalam klaster
hukum tertentu, dan pendapat tersebut dikutip oleh hampir semua ahli hukum
dalam klaster hukum tertentu yang sama. Misalnya pendapat Mahfud MD mengenai
politik hukum, dimana Mahfud MD adalah guru besar hukum tata negara di
Universitas Islam Indonesia, dan pendapat mengenai beberapa aspek politik hukum
dapat ditemui hampir di semua referensi-referensi hukum mengenai politik hukum
di Indonesia. Selain itu, pendapat ahli hukum yang dikutip dalam suatu putusan
hakim juga secara otomatis bisa dikategorikan sebagai sebuah doktrin, karena
itu berarti pendapat tersebut telah menjadi jalan keluar bagi suatu
permasalahan hukum.