Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 139-141)
A. Legal Opinion
Legal opinion disadur dari bahasa
latin “ius” yang mempunyai arti hukum dan “opinio” yang artinya pendapat atau
pandangan. Jika ditilik, istilah ini dikenal tidak hanya dalam sistem common law, namun juga dalam sistem civil law. Pada sistem kontinental di
Eropa istilah ini disebut juga legal
critics.[1]
Legal opinion atau pendapat hukum adalah salah satu peran pekerja hukum dengan memberikan konsultasi hukum yaitu memberikan pendapat hukumnya, baik digunakan untuk menghindari timbulnya sengketa maupun untuk penyelesaian sengketa, baik secara lisan maupun tertulis untuk orang yang membutuhkan (klien).[2]
Salah satu peran
yang dapat dijalankan oleh seorang advokat atau paralegal atau pekerja hukum
adalah dengan memberikan konsultasi hukum yaitu memberikan pendapat hukumnya,
baik digunakan untuk menghindari timbulnya sengketa maupun untuk penyelesaian
sengketa, baik secara lisan maupun tertulis untuk orang yang membutuhkan
(klien). Salah satu bentuk nasehat hukum yang dapat diberikan adalah melalui
pendapat hukum (legal opinion).
Legal opinion merupakan jawaban
atas suatu isu hukum, legal opinion
adalah tulisan yang berupa pendapat hukum yang dibuat oleh advokat atau
paralegal untuk kepentingan kliennya. Biasanya, pendapat hukum tersebut
dimaksudkan untuk memberikan keterangan atas segala sesuatu yang berkenaan
dengan permasalahan yang dihadapi.[3]
Legal opinion harus mencakup
identifikasi masalah hukum, identifikasi fakta hukum, inventarisasi aturan
hukum, pengaplikasian peraturan terhadap permasalahan, pembuatan analisis
hukum, dan pembuatan kesimpulan yang menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.
Tidak ada konsep
baku dalam pembuatan legal opinion. Setiap
praktisi hukum dapat membuat skema atau sistematikanya sendiri. Namun pada
umumnya, ada beberapa aspek yang biasanya tidak pernah luput dalam pembuatan legal opinion, yaitu:
1.
Latar Belakang
Masalah;
2.
Rumusan Masalah;
3.
Analisis terhadap
Masalah;
4.
Kesimpulan;
5.
Saran untuk orang
yang meminta legal opinion;
6.
Daftar Pustaka
Sistematika diatas
tidak mutlak segala-galanya. Para praktisi hukum yang diminta membuat legal opinion bisa membuat sistematika
lain yang berbeda dari sistematika diatas, selama legal opinion itu bisa menjawab permasalahan.
Adapun kekuatan legal opinion sangat bergantung pada
daya analitik seorang praktisi hukum. Semakin terampil praktisi hukum dalam
menganalisis suatu kasus atau permasalahan, semakin baik hasil akhirnya. Jika
seandainya dalam membedah suatu permasalahan, si A menggunakan bahan analisis Undang-Undang
(1), Undang-Undang (2), dan Undang-Undang (3), sementara si B dalam
menganalisis kasus serupa menemukan aturan lain yang lebih teknis yang tidak
ditemukan oleh si A, misalnya si B menambahkan pula dengan Peraturan Pemerintah
(4), maka dimungkinkan hasil analisis yang terkuat adalah milik si B.
Itulah mengapa,
setiap kita memiliki suatu permasalahan hukum dan meminta suatu legal opinion kepada lebih dari satu
praktisi hukum, hasil kesimpulannya mungkin bisa berbeda-beda. Kekuatan
analitik dari seorang praktisi hukum juga dilatar belakangi dengan seberapa
banyak dia membaca dan memahami konsep-konsep hukum utamanya dalam Pengantar
Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia, kepekaan dia dalam melihat realitas
sosial, dan kemampuan dia memperbarui mengenai informasi peraturan
perundang-undangan yang terbaru.
[1] “Legal Opinion”, https://www.dslalawfirm.com, diakses pada tanggal 11
Februari 2021, pukul 21:53 WIT.
[2] “Pendapat Hukum (Legal Opinion)”, https://www.bhp.co.id, diakses pada tanggal 11
Februari 2021, pukul 21: 54 WIT.
[3] Ibid.