SELAMAT DATANG DI BUNDARAN HUKUM

Makna Fakta Hukum

Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 65-67)


A.     Makna Fakta Hukum

Fakta hukum adalah upaya pengungkapan seorang ahli hukum dalam melihat, mengetahui, dan membenarkan telah terjadinya sebuah peristiwa hukum. Ketika ada sebuah peristiwa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, para pemerhati hukum akan berupaya untuk mengidentifikasi apakah peristiwa tersebut bagian dari peristiwa hukum atau bukan. Setelah sudah jelas bahwa tindakan tersebut bagian dari peristiwa hukum, maka masuk dalam pembahasan selanjutnya yaitu menentukan fakta-fakta hukum yang berkaitan erat dengan peristiwa hukum yang sedang terjadi. Pengungkapan fakta-fakta hukum akan menjawab keragu-raguan apakah sebuah peristiwa yang terjadi di masyarakat memang masuk dalam kategori peristiwa hukum atau bukan.

Di dalam ilmu hukum dikenal adanya dua macam fakta, yaitu fakta biasa dan fakta hukum. Fakta hukum adalah fakta yang diatur oleh hukum. Misalnya ada seseorang yang mengatakan bahwa dirinya telah kehilangan sepeda motor yang biasa dia naiki setiap hari, hal ini jelas merupakan suatu fakta hukum karena ada suatu sebab dimana haknya direnggut oleh orang lain. Tetapi fakta tersebut terdapat empat kemungkinan untuk menjadi fakta hukum.[1]

1.    Apabila sepeda motor dia hilang tanpa sepengetahuannya, maka fakta hukumnya adalah telah terjadi pencurian.

2.    Apabila sepeda motornya ditodong oleh seseorang dan dipaksa untuk menyerahkannya, maka fakta hukumnya adalah telah terjadi pemerasan.

3.  Apabila sepeda motor itu dipinjamkan kepada orang yang dia kenal namun tidak kunjung dikembalikan, maka fakta hukumnya adalah telah terjadi penggelapan.

4.     Apabila sepeda motornya dia berikan kepada seseorang yang merayunya dengan suatu tindakan yang mengelabui, maka fakta hukumnya adalah telah terjadi penipuan.

Menurut Paton, fakta dapat terjadi karena peristiwa dan karena tindakan manusia.[2] Dalam fakta hukum, peristiwa terjadi karena adanya kegiatan yang dilakukan oleh subjek hukum, entah itu manusia sebagai individu maupun badan hukum. Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa sesuatu hal yang bukan bagian dari subjek hukum—binatang misalnya—tidak akan memberikan suatu implikasi yang menyebabkan lahirnya sebuah fakta hukum.

Munculnya sebuah fakta hukum akan memberikan alasan bagi para penegak hukum untuk melakukan proses penegakan hukum. Kondisi yang berpengaruh dalam proses penegakan hukum, antara lain:[3]

1.      Hukumnya, apakah memadai atau tidak dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat;

2.      Mentalitas penegak hukum, dalam arti menghayati atau tidak terhadap tugas dan kewajibannya;

3.      Fasilitas yang dapat memperlancar proses penegakan hukum;

4.  Masyarakat, dalam arti derajat kepatuhan warga masyarakat yang ditentukan oleh faktor pengetahuan, pengertian, menghayati, dan menaati (secara sukarela);

5.   Kebudayaan, mempengaruhi proses penegakan hukum, dalam konteks pembentukan budaya umum (legal culture).



[1] Ibid., hlm. 208.

[2] Ibid., hlm. 209.

[3] Yesmil Anwar, 2009, Saat Menuai Kejahatan, Bandung: Refika Aditama, hlm. 77.