SELAMAT DATANG DI BUNDARAN HUKUM

Ruang Lingkup Ilmu Hukum

Pengutipan = (Idik Saeful Bahri, 2021, Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, Kuningan: Bundaran Hukum, hlm. 3-6)


A.     Ruang Lingkup Ilmu Hukum

Jan Gijssels dan Mark van Hoecke sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, membagi hukum menjadi tiga tingkatan, yaitu dogmatika hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Apa yang dikemukakan oleh Richard A. Posner yang menyatakan bahwa dalam studi hukum sebenarnya terdapat tiga wilayah, yaitu studi hukum doktrinal, teori hukum, dan filsafat hukum.[1]

Pendapat tersebut diatas juga diperkuat oleh Sudikno Mertokusumo dari Universitas Gadjah Mada, bahwa secara umum hukum dibagi meenjadi tiga tingkatan. Tingkatan yang paling bawah adalah “ilmu hukum” yang merupakan hukum konkret. Contoh paling nyata dari tingkatan ilmu hukum adalah peraturan perundang-undangan. Kemudian tingkatan diatasnya adalah “teori hukum”, yang digambarkan sebagai hukum yang semi konkret dan semi abstrak. Contoh yang masuk dalam lingkup teori hukum adalah asas-asas hukum. Terakhir, tingkatan paling atas adalah “filsafat hukum”, yang penggambarannya sebagai hukum yang abstrak. Contoh dari filsafat hukum adalah dasar-dasar filosofis atau landasan filosofis dari suatu peraturan perundang-undangan.[2]

Namun ada suatu peristilahan yang agak rancu sebagaimana penjelasan Sudikno Mertokusumo, bahwa tingkatan hukum yang paling dasar adalah “ilmu hukum”. Tentu saja, ini hanya suatu peristilahan. Maksud dari ilmu hukum tersebut memiliki makna yang tidak jauh berbeda sebagaimana pendapat Jan Gijssels dan Mark van Hoecke tentang dogmatika hukum. Bahwa tingkatan hukum paling dasar adalah hukum sebagai dogma yang normatif dan positivistik yang penggambarannya sangat konkret.

Tingkatan kedua diatasnya adalah teori hukum, yang dalam pandangan Sudikno Mertokusumo digambarkan sebagai hukum yang semi abstrak/semi konkret. Kemudian tingkatan terakhir paling atas adalah filsafat hukum sebagai hukum yang sangat abstrak. Hal ini bisa digambarkan dengan diagram segitiga terbalik berikut.




 

Gambar 1.1. Tingkatan Hukum

 

Dari penggambaran diatas, terlihat bahwa Dogmatika Hukum merupakan ilmu hukum dalam arti sempit dan paling dasar. Titik fokusnya adalah hukum positif. D.H.M. Meuwissen memberikan batasan pengertian dogmatika hukum sebagai memaparkan, menganalisis, mensistematisasi dan menginterpretasi hukum yang berlaku atau hukum positif. Berbeda dengan M. van Hoecke, mendefinisikan dogmatika hukum sebagai cabang ilmu hukum (dalam arti luas) yang memaparkan dan mensistematisasi hukum  positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu waktu tertentu dari suatu sudut pandang normatif. Berdasarkan definisi tersebut terlihat, tujuan dogmatika hukum bekerja tidak hanya secara teoritikal, dengan memberikan pemahaman dalam sistem hukum, tetapi juga secara praktikal. Dengan kata lain, ia, berkenaan dengan suatu masalah tertentu, menawarkan alternatif  penyelesaian yuridis yang mungkin bisa ditempuh. Hal itu menyebabkan bahwa dogmatika hukum bekerja dari sudut perspektif internal, yaitu menghendaki dan memposisikan diri sebagai partisipan yang ikut berbicara (peserta aktif secara langsung) dalam diskusi yuridis terhadap hukum positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori kebenaran yang paling sesuai bagi dogmatika hukum adalah teori pragmatis, di mana proporsi yang ditemukan dalam dogmatika hukum bukan hanya informatif atau empirik, tetapi terutama yang normatif dan evaluatif.

Teori Hukum dalam istilah bahasa Inggris, disebut dengan jurisprudence theory atau legal theory. Teori Hukum lahir sebagai kelanjutan atau pengganti allgemeine rechtslehre yang timbul pada abad ke-19 ketika minat pada filsafat hukum mengalami kelesuan karena dipandang terlalu abstrak dan spekulatif dan dogmatika hukum dipandang terlalu konkret serta terikat pada tempat dan waktu. Istilah allgemeine rechtslehre ini mulai tergeser oleh istilah rechtstheorie yang diartikan sebagai teori dari hukum positif yang mempelajari masalah-masalah umum yang sama pada semua sistem hukum, yang meliputi: sifat; hubungan antara hukum dan negara; serta hukum dan masyarakat. Sehubungan dengan ruang lingkup dan fungsinya, teori hukum diartikan sebagai ilmu yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritis maupun manifestasi praktis, dengan tujuan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan masyarakat. Teori hukum merupakan ilmu eksplanasi hukum yang sifatnya inter-disipliner. Eksplanasi dalam teori hukum sifatnya eksplanasi analisis sedangkan dalam dogmatika hukum merupakan eksplanasi teknik yuridis dan dalam bidang filsafat sebagai eksplanasi reflektif. Sifat interdisipliner dapat terjadi melalui dua cara:

  1. menggunakan hasil disiplin lain untuk eksplanasi hukum;
  2. dengan metode sendiri meneliti bidang-bidang seperti: sejarah hukum, sosiologi hukum dan lainnya.

Adapun Filsafat Hukum, menurut Soerjono Soekanto, adalah kegiatan perenungan nilai-nilai, penyerasian nilai-nilai dan perumusan nilai-nilai yang berpasangan tetapi kadangkala bersitegang. Ruang lingkup Filsafat Hukum, yaitu membahas tentang sifat dan hakekat hukum, nilai-nilai dasar dalam hukum, ide yang dikenal dan mendasari hukum, sifat pengetahuan dalam hukum, maksud dan tujuan hukum, hubungan hukum dan keadilan, hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum dan moral, serta hal-hal lain yang sangat abstrak yang seringkali tidak terjawab dalam diskusi ilmu hukum.

Ruang lingkup Filsafat Hukum tidak terlepas dari ruang lingkup ilmu filsafat. Sehingga bisa dikatakan ruang lingkup filsafat hukum juga termasuk ke dalam hal-hal sebagai berikut:

1.  Antologi Hukum:  ilmu yang mempelajari hakikat hukum, contohnya hakikat demokrasi, hubungan hukum dan moral, dan yang lainnya.

2.  Aksiologi Hukum:  yaitu mempelajari isi dari nilai seperti kebenaran, keadilan, kebebasan, kewajaran, penyalahgunaan wewenang, dan yang lainnya.

3.   Ideologi Hukum: yakni mempelajari secara terperinci dari keseluruhan orang dan masyarakat yang memberikan dasar atau legitimasi bagi keberadaan lembaga-lembaga hukum yang akan datang, sistem hukum atau bagian-bagian dari sistem hukum.

4.      Teleologi Hukum: yaitu merupakan ilmu yang menentukan isi dan tujuan hukum.

5.      Keilmuan Hukum: yaitu ilmu meta teori bagi hukum.

6.      Logika Hukum: yaitu mengarah kepada argumentasi hukum, bangunan logis, dan sistem hukum dan struktur sistem hukum.



[1] Ibid., hlm. 20.

[2] Disampaikan oleh Isharyanto, dosen penulis di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.